Senin, 01 Oct 2012
JAKARTA (voa-islam.com) - Pemerhati kontra-terorisme, Harits Abu Ulya melihat penemuan sejumlah bom siap ledak
di Sekretariat Komite Nasional Papua Barat (KNPB), Kampung Honailama,
Papua, sebagai qadarullah yang menyingkap hakikat kontra-terorisme.
“Subhanallah,
Allah Ta’ala memperlihatkan kepada umat Islam, tentang hakikat
kontra-terorisme dari kasus Papua kali ini,” ucap direktur The Community
Of Ideological Islamic Analyst (CIIA) ini kepada voa-islam.com, Ahad
(30/9/2012).
Ia mengungkapkan beberapa poin terkait bom Papua yang diduga untuk menargetkan pemerintah, aparat polisi dan TNI.
- Berangkat dari fakta, terlihat bahwa aksi terorisme ini terkait dengan gerakan OPM yang eksis di Papua.
- KNPB adalah lembaga mantel OPM untuk membangun connecting/jaringan di dalam negeri maupun di luar negeri. Di level internasional termasuk PBB. KNPB selama ini menjadi saluran resmi OPM untuk mengkomunikasikan visi politiknya ke luar.
- Tidak banyak diketahui publik LSM lokal komprador dan LSM asing dengan dimediasi aktivis gereja (pihak gereja) yang ada di Papua berperan aktif untuk memuluskan kepentingan OPM. Di samping ada sindikasi dengan para pemegang modal (investor) yang tidak mau diganggu eksistensinya oleh pemerintah Indonesia. OPM dengan gerakannya bisa dijadikan sebagai kelompok pressure dan bargaining.
- Logika Polri yang saya tahu juga memasukkan kelompok yang menyerukan etnonasionalism atau sparatism adalah teroris. Nah, apakah ada satu kata pun yang keluar dari pihak aparat kepolisian bahwa rencana aksi terorisme ini adalah termasuk tindak pidana terorisme? Atau hanya akan disebut tindak kriminal biasa? Padahal mereka layak diberi label teroris karena ada organisasi, ada plan ada visi dan gerakan. Inilah kemunafikan aparat kepolisian.
- Coba tanya kepada BNPT atau Densus 88 apakah mereka teroris? Saya pikir mereka akan menunggu sebutan teroris kalau orang-orang yang terduga terlibat menyiapkan bom tersebut ada satu saja nama; Muhammad, Abdullah atau Abu Bakar. Inilah kemunafikan dan hakikat perang melawan terorisme itu fokusnya perang melawan Islam dan pejuangnya.
- Maka umat Islam harus sadar 100 %; label teroris adalah keputusan politik dan terkait dengan kepentingan politik. Penguasa negeri ini sudah menjadi bebek kepentingan negara asing.
Selain
itu, menurut Harits Abu Ulya intervensi Australia dalam mengendalikan
kontra-terorisme di Indonesia pun amat jelas Khususnya dalam hal
menyikapi OPM di Papua.
Seperti diberitakan radioaustralia
29 Agustus 2012, Menteri Luar Negeri Australia, Bob Carr, mengatakan
telah meminta kepada Indonesia untuk melakukan pengusutan atas
pembunuhan Tabuni.
Ia
mengatakan, Kepolisian Federal Australia melatih satuan Densus 88 karena
ingin Indonesia mempunyai kapasitas anti terorisme yang kuat, tapi
bukan untuk menumpas pemberontakan.
“Justru
teguran Australia mengindikasikan kontra terorisme tidak boleh
diarahkan untuk kasus separatisme seperti OPM. Karena di lapangan fakta
intelijen Australia banyak sokong OPM.
Tito
Karnavian yang menjadi Kapolda Papua sekarang harusnya konsisten dan
tegas, apakah mereka teroris atau tidak?” imbuhnya. [Ahmed Widad]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar