1. Haram Membangun Masjid
di Atas Kuburan
Diharamkan membangun masjid di atas kuburan dan memasangi lampu di
atasnya, karena Rasulullah SAW bersabda:
“Allah melaknat wanita-wanita yang menziarahi kubur, dan wanita-wanita yang
membangun masjid dan lampu di atasnya.” (HR Tirmidzi dan Hakim. Hadits
ini shahih).
.
.
Rasulullah SAW juga bersabda:
“Allah melaknat orang-orang Yahudi yang menjadikan kuburan Nabi mereka sebagai
masjid.” (Muttafaq Alaihi).
.
.
.
.
2. Haram Menggali ulang Kuburan dan Memindahkan Mayit
Haram menggali ulang kuburan dan memindahkan mayit kecuali karena kondisi
darurat, misalnya si mayit dikubur tanpa dimandikan.
.
.
Juga makruh memindahkan mayit yang belum di kubur dari satu negeri ke
negeri lainnya kecuali negeri yang dituju ialah salah satu dari negeri suci:
Makkah, Madinah atau Baitul Maqdis,
karena Rasulullah SAW bersabda:
“Kuburlah orang-orang yang terbunuh (di medan perang) di tempat mereka
terbunuh.” (HR Abu Daud dll. Hadits ini shahih).
.
.
3. Disunnahkan Ta’ziyah
Laki-laki atau wanita disunnahkan melakukan ta’ziyah kepada keluarga
mayit. Waktunya adalah mayit belum dikuburkan hingga tiga hari sesudah mayit
dikuburkan, kecuali jika mereka sedang tidak berada di tempat, atau berada di
tempat yang jauh dari rumah si mayit, maka ta’ziyah boleh ditunda, karena
Rasulullah SAW bersabda: “Tidaklah
seorang mukmin men-ta’ziyahi saudaranya karena musibah yang menimpanya,
melainkan Allah Azza wa Jalla memberinya pakaian dari pakaian-pakaian kemuliaan
pada hari kiamat.” (HR Ibnu Majah dengan sanad yang baik).
.
.
4. Definisi
Ta’ziyah
Ta’ziyah ialah menyuruh bersabar, membuat keluarga mayit terhibur dan
bersabar dengan sesuatu yang bisa meringankan musibah yang mereka terima,
mengurangi kesedihan mereka. Ta’ziyah
bisa dilakukan dengan perkataan apapun.
.
.
Diantara bentuk ta’ziyah ialah ucapan Rasulullah SAW kepada salah seorang
putrinya yang mengutus seseorang kepada beliau dengan membawa berita tentang
kematian anaknya: “Sesungguhnya Allah
berhak atas apa yang Dia ambil, baginya apa yang telah Dia berikan, dan segala
sesuatu mempunyai ajal tertentu di sisi-Nya. Maka bersabarlah, dan simpanlah
(pahala kesabaranmu) di sisi Allah.” (HR Bukhari).
.
.
Salah seorang generasi Salaf menulis surat men-ta’ziyahi seseorang karena kematian anaknya. Dalam
suratnya, ia berkata: “Dari Fulan bin
Fulan. Salam sejahtera untuk mu. Aku memuji kepada-Mu, ya Allah, yang tidak ada
tuhan yang berhak disembah kecuali Dia saja. Amma ba’du, semoga Allah
memperbesar pahala untukmu, memberimu kesabaran, memberiku dan engkau sifat
syukur, karena sesungguhnya diri kita, harta kita dan keluarga kita adalah
pemberian sementara Allah, dan pinjaman-Nya yang akan diambil. Semoga Allah
memberi kenikmatan kepadamu dalam itu semua dan mengambilnya dari padamu dengan
ganti pahala yang besar. Doa, rahmat dan petunjuk akan engkau dapatkan jika
engkau bersabar. Bersabarlah dan jangan berkeluh-kesah, karena keluh kesah
menghanguskan pahalamu, dan membuatmu menyesal di kemudian hari. Ketahuilah
bahwa keluh kesah itu tidak bisa menghidupkan orang yang telah mati dan tidak
bisa mengusir kesedihan. Apa yang terjadi biarlah terjadi, dan semoga
kesejahteraan terlimpahkan kepadamu”.
.
.
Bisa jadi ta’ziyah cukup dengan ucapan: “Semoga Allah memperbesar pahala untukmu, membalas kesabaranmu dan
mengampuni mayitmu”. Kemudian orang yang di ta’ziyahi menjawab: “Amin, semoga Allah memberimu pahala dan aku
tidak melihatmu dibenci.”
Bersambung . . . . .
Tidak ada komentar:
Posting Komentar