Judul buku : GIGIR
GAMPAR BARITO RAYA (Amuk 1860 – 1905)
Penulis : Syamsuddin
Rudiannoor
Katagori : Sejarah
Daerah Kalimantan Selatan dan Tengah
Penerbit
: Barito Raya Pro Buntok bekerjasama dengan Penerbit WR Yogyakarta
Jumlah halaman: 171 halaman
Kualitas cetak: Kertas
bookpaper
Tahun Penerbitan:
Cetakan I Oktober 2013
Harga jual: Rp.
60.000,-
Lokasi Pemasaran:
Barsel Promo, Jalan Panglima Batur Nomor 7 Buntok
Kontak telepon/sms: 0813 4960 6504
.
.
RESENSI BUKU
Buku sederhana ini
merupakan sejarah lokal kedua yang ditulis oleh Syamsuddin Rudiannoor setelah
Nan Sarunai Usak Jawa. Proses pengumpulan bahan dilakukan sejak tahun 2003.
.
.
Patut diakui buku
GIGIR GAMPAR BARITO RAYA (Amuk 1860
– 1905) ini, Bab Pertama dan Kedua kebanyakan merupakan kutipan buku pertama
"NAN SARUNAI USAK JAWA". Bagian ini merupakan
pendahuluan dari sejarah Kalimantan sebelum timbulnya masa kelam kolonisasi dan
kekejaman penjajahan bangsa Barat.
.
.
Kemudian untuk
Bab Ketiga sampai Ketujuh
diolah dan diramu dari berbagai sumber namun menitik-beratkan kepada
buku "PERANG BANJAR" karya
Bapak H.G. Mayur, SH. Beliau sendiri secara jujur mengungkapkan
bahwa beliau mengambil bahan dari buku "De Bandjermasinsche Krijg"
yang disusun oleh Mayor tituler
pensiun W.A. van Rees dari Tentara Hindia Belanda. Meskipun demikian referensi lain tetap dipakai secara cermat sehingga
tulisan menjadi mengalir dengan
lancar. Pada bagian ini tergambar dengan jelas hiruk pikuk
heroisme bangsa Dayak didalam memerangi kolonialisme bangsa Belanda di
Nusantara khususnya di tanah Banjar yang dampak nyata dari pertempuran puluhan
tahun ini berakibat langsung hingga ke pedalaman sungai Barito.
.
.
Sedangkan bab terakhir, berpedoman kepada karya Bapak Tjilik Riwut serta tulisan
mutakhir lain yang didapat dari Harian Banjarmasin Post dan Tabloid Bebas. Dengan begitu maka
buku ini memiliki daya tarik khusus bahkan kejutan yang tidak didapatkan dari
buku sejarah lainnya seperti adanya bukti bahwa Panglima Burung adalah Pahlawan Dayak yang gagah perkasa didalam
masa kejuangannya dipenghujung periode akhir perang Banjar di hulu sungai Barito
di Tanah Dusun.
.
.
Sampai sekarang
Panglima Burung yang di Barito dikenali sebagai “Pahlawan Jihad Barito”
adalah wanita yang sangat cantik. Dia memiliki beberapa panggilan akrab oleh masyarakat.
"Ada yang menyebutnya "Ilum"
atau "Itak" namun
nama populernya adalah "Bulan Jihad". Kabarnya,
Bulan Jihad memeluk agama Islam dengan perantaraan Gusti Zaleha kawan seperjuangannya. Dan Gusti Zaleha
adalah puteri Gusti Muhammad Seman, putera Pangeran Antasari yang
memimpin Perang Banjar hingga memasuki
kawasan Barito Utara dan (Barito) Selatan dengan semboyannya "Haram
Manyarah, Waja Sampai ka Puting".
Tidak ada komentar:
Posting Komentar