Senin, 05 Mar 2012
Oleh: Badrul Tamam
Shalat berjama’ah merupakan media berkumpul kaum muslimin yang
dilaksanakan secara berulang dalam sehari semalam. Di sana mereka
bersama-sama melaksanakan kewajiban pokok Islam, yaitu shalat lima
waktu. Melaluinya umat muslim saling menjalin hubungan persaudaraan dan
kasih sayang sesama mereka, juga dalam rangka membersihkan hati
sekaligus dakwah ke jalan Allah, baik dalam bentuk ucapan maupun
perbuatan.
Dalam keadaan ini hendaknya setiap muslim menjaga penampilan dan
kebersihan supaya mereka nyaman dan khusyuk dalam melaksanakan kewajiban
besar Islam ini. Oleh karena itu Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan agar memakai pakaian yang indah ketika mendatangi masjid.
يَا بَنِي آَدَمَ خُذُوا زِينَتَكُمْ عِنْدَ كُلِّ مَسْجِدٍ
“Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) masjid.. ” (QS. Al-A’raaf: 31)
Imam Ibnu Katsir rahimahullah dalam tafsirnya berkata,
“Berdasarkan ayat ini dan juga pengertian (yang menunjukkan) hal itu di
dalam sunnah, bahwa dianjurkan untuk berhias diri ketika hendak
melaksanakan shalat, lebih-lebih pada waktu shalat Jum’at dan hari raya.
Serta disunnahkan memakai wewangian karena dia termasuk (perhiasan),
siwak (juga termasuk) karena termasuk sebagai penyempurna. Dan di antara
pakaian yang paling utama adalah yang berwarna putih.”
Diriwayatkan dari Ibnu Umar radliyallahu ‘anhuma, bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda pada waktu perang Khaibar:
مَنْ أَكَلَ مِنْ هَذِهِ الشَّجَرَةِ يَعْنِي الثُّومَ فَلَا يَقْرَبَنَّ مَسْجِدَنَا
“Barangsiapa yang memakan tanaman ini, yakni bawang putih, maka janganlah sekali-kali ia mendekati masjid kami.” Dalam riwayat Muslim, “Jangan sekali-kali mendatangi masjid kami.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Diriwayatkan dari Jabir bin Abdillah radliyallah ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
مَنْ أَكَلَ ثُومًا أَوْ بَصَلًا فَلْيَعْتَزِلْنَا أَوْ لِيَعْتَزِلْ مَسْجِدَنَا وَلْيَقْعُدْ فِي بَيْتِهِ
“Barangsiapa makan bawang putih atau bawang merah, maka hendaklah
ia menjauhi kami atau menjauhi masjid kami; dan silahkan dia berada di
rumahnya saja.” (HR. Bukhari dan Muslim)
مَنْ أَكَلَ مِنْ هَذِهِ الشَّجَرَةِ الْمُنْتِنَةِ فَلَا يَقْرَبَنَّ مَسْجِدَنَا فَإِنَّ الْمَلَائِكَةَ تَأَذَّى مِمَّا يَتَأَذَّى مِنْهُ الْإِنْسُ
“Barangsiapa makan dari tanaman yang berbau tidak sedap ini, maka
hendaklah ia tidak mendekati masjid kami, karena sesungguhnya malaikat
merasa terganggu dengan apa yang mengganggu manusia.” (HR. Muslim)
Diriwayatkan dari Abu Hurairah radliyallah ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
مَنْ أَكَلَ مِنْ هَذِهِ الشَّجَرَةِ فَلَا يَقْرَبَنَّ مَسْجِدَنَا وَلَا يُؤْذِيَنَّا بِرِيحِ الثُّومِ
“Barangsiapa yang makan dari tanaman ini, maka hendaknya dia
tidak mendekati masjid kami dan tidak menggangu kami dengan bau bawang
putih.” (HR. Muslim)
Dan Thabarani meriwayatkan dengan lafadz, “Hendaklah kalian
menjauhi dua jenis sayuran ini untuk dimakan, kemudian memasuki masjid
kami. Jika kalian terpaksa memakannya, hendaklah kalian membakar
keduanya terlebih dahulu.”
Umar bin Khathab radliyallahu ‘anhu ketika berkhutbah pada hari Jum’at berkata, “.
. . . kemudian kalian, wahai umat manusia, makan dua tanaman yang
menurutku buruk, yaitu bawang merah dan bawang putih. Aku pernah melihat
jika Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam mencium bau keduanya dari
sessorang di masjid, beliau menyuruh untuk dikeluarkan ke Baqi’. Dan,
barangsiapa ingin sekali memakannya hendaklah memasaknya terlebih
dahulu.” (Diriwayatkan oleh Muslim dan Nasai)
Hadits-hadits di atas menunjukkan makruhnya makan bawang merah dan
bawang putih tanpa dimasak terlebih dahulu sebelum berangkat ke masjid.
Alasannya, karena bau tidak sedapnya dapat mengganggu kekhusyuan para
jama’ah. Bahkan, bukan hanya manusia saja yang terganggu oleh bau tidak
sedap itu, malaikat juga ikut terganggu dan tersiksa. Larangan ini bukan
hanya pada hari Jum’at saja, sebagaimana yang sering disebutkan oleh
Fuqaha’, tapi juga berlaku pada setiap kali shalat berjama’ah. Bahkan
larangan ini juga berlaku pada tempat-tempat shalat selain masjid
seperti tempat shalat Ied, tempat shalat janazah dan tempat-tempat
ibadah lainnya. (Lihat Syarah Shahih Muslim oleh Imam Nawawi)
. . . karena bau tidak sedapnya dapat mengganggu kekhusyuan para jama’ah. Bahkan, bukan hanya manusia saja yang terganggu oleh bau tidak sedap itu, malaikat juga ikut terganggu dan tersiksa. . .
Subtansi dari larangan tersebut adalah adanya bau yang tidak sedap
sehingga mengganggu kekhusyu’an jama’ah yang lain. Maka setiap orang
yang membawa bau tidak sedap hendaknya tidak mendatangi masjid, sehingga
dia menghilangkan bau tersebut. Jika memang tidak mau, maka shalatnya
di rumahnya lebih baik daripada di masjid.
Larangan ini juga berlaku bagi rokok. Bahkan bau rokok jauh lebih
parah daripada bawang merah, bawang putih, dan bawang bombai. Jika
perokok dilarang untuk mendatangi masjid mungkin akan tersinggung dan
menimbulkan masalah lebih buruk, maka kami nasihatkan untuk membersihkan
mulut dan menyegarkan dengan wangi-wangian sehingga tidak menggangu
kekhusyu’an shalat jama’ah yang lain.
Larangan ini juga berlaku bagi rokok. Bahkan bau rokok jauh lebih parah daripada bawang merah, bawang putih, dan bawang bombai.
Imam Muslim membuat bab dalam Shahihnya ketika menyebutkan
hadits-hadits di atas, “Bab larangan bagi orang makan bawang putih,
bawang merah, dan bawang bombai, atau semisalnya yang memiliki bau tiak
sedap dari mendatangi masjid sehingga hilang bau tersebut dan dia
dikeluarkan dari masjid”.
Larangan ini juga berlaku bagi sekelompok manusia yang tidak
memperhatikan kebersihan pakaian dan badan mereka. Lebih-lebih para
pekerja keras yang berkeringat banyak sehingga pakaian dan tubuh mereka
menimbulkan bau tidak sedap, lalu mereka mendatangi masjid dan
berdesakan dengan orang shalat yang ada di samping atau di belakang
mereka. Hendaknya mereka sadar dan takut kepada Allah Ta’ala.
Bagaimana dengan kentut di masjid?
Hadats di dalam masjid dengan mengeluarkan kentut yang berbau busuk
juga dapat mengganggu orang yang shalat di masjid dan merusak suasana.
Karenanya bau semacam ini makruh ada di dalam masjid. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
telah megabarkan kepada kita bahwa para malaikat membacakan shalawat
untuk orang yang datang ke masjid guna melaksanakan shalat. Para
malaikat berkata,
اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَيْهِ اللَّهُمَّ ارْحَمْهُ مَا لَمْ يُحْدِثْ فِيهِ مَا لَمْ يُؤْذِ فِيهِ
“Ya Allah limpahkan ampunan untuknya, Ya Allah rahmatilah dia,
selama tidak berhadats di dalamnya dan tidak mengganggu (pihak lain) di
dalamnya.” (HR. Bukhari no. 1976)
Ibnul Hajar dalam Fathul Bari menjelaskan tentang kandungan
makna hadits di atas, “Dan di dalamnya (hadits di atas) terdapat dalil
bahwa berhadats di dalam masjid lebih buruk daripada berdahak
dikarenakan berdahak memiliki kafarah, sedangkan untuk hadats tidak
memiliki kafarah. Bahkan pelakunya diharamkan mendapat istighfar
malaikat. Sedangkan doa malaikat sangat-sangat dikabulkan berdasarkan
firman Allah Ta’ala, artinya: “Dan mereka tiada memberi syafaat melainkan kepada orang yang diridai Allah.” (QS. Al-Anbiya’: 28)”
Sesungguhnya Islam adalah agama yang indah, sangat memperhatikan dan
menjaga perasaan orang lain. Karenanya Islam sangat menganjurkan
pemeluknya untuk memiliki tenggang rasa dan budi pekerti yang luhur.
Islam sangat menganjurkan agar memberikan kebaikan kepada sesamanya,
jika tidak bisa, maka dianjurkan untuk tidak menimpakan keburukan dan
sesuatu yang tidak disukai. Wallahu a’lam bil-shawab. (PurWD/voa-islam)