Hari Senin, 19 Juli 2010 pukul 11:02:24 WIB, Kalteng Pos Online menurunkan berita : “PKB Minta Waspada Gerakan Islam Trans Nasional”.
Ketua DPP PKB Marwan Japar mengimbau masyarakat untuk
waspada terhadap gerakan islam trans nasional. Sebab Indonesia adalah
negara yang multi kultur dan harus dijaga keberagamannya .
Menurut Marwan, saat ke Palangka Raya, Sabtu (17/7) budaya lokal dan
multi kultur ini jangan sampai hilang, hanya karena dituduh tidak
Islami. Sebab multi kultur atau keragaman budaya itu merupakan salah
satu kekuatan republik.
“Konsep Daullah Islamiah itu sebetulnya tidak ada dalam kontek menghormati Pancasila dan UUD 1945. Azas negara itu yang harus dipertahankan oleh segenap bangsa Indonesia,” ujar Marwan kepada sejumlah wartawan.
Ketua Fraksi PKB DPR RI ini menyebut gerakan paling nyata dari islam trans nasional ini biasanya dimulai dari kampus-kampus. Hal yang paling nyata adalah gampang mengkafirkan orang. “Bahkan PKB sendiri yang dilahirkan dari rahim Nadhlatul Ulama (NU) tidak memakai azas Islam tapi Pancasila. Itu artinya kita menghormati betul multi budaya dan multikulturalisme tersebut. Tidak gampang untuk mengkafirkan orang,” tegasnya.
Islam itu secara umum dan khusus memiliki spritualisme. Rasulullah saja tidak pernah memusuhi orang kafir, makanya dibentuk piagam Madinah. Karena itu multi budaya itu semua dihargai. Dan ini merupakan ciri khas yang diwarisi para ulama Indonesia sejak dulu.
“Contoh yang tidak etis adalah menegakkan syariat Islam dengan kaffah (menyeluruh). Padahal multi budaya atau multikulturalisme itu simbolistik bangsa Indonesia, sepertinya semua mulai dihilangkan secara perlahan-lahan,” katanya.
Islam yang benar itu tambah Marwan adalah Islam Indonesia bukan Islam yang arabisme. Ideologis trans nasional itu ingin mengikis Islam Indonesia yang didasari multikulaturalisme dan multi budaya tersebut.
Gerakan lainnya yang dilakukan selain kampus adalah tempat ibadah. Gerakan ini ingin merombak-rombak cara ibadah yang sudah mapan dengan alasan pemurnian Islam berdasarkan Al-Quran dan sunnah. “Hal itu mau dihilangkan, dan mereka tidak menghargai lagi yang disebut ijtihad. Kalteng ini sangat prulaslime dan heterogen, kondisi ini harus tetap kita jaga,” tegasnya.
Sasarannya lain gerakan ini adalah penguasaan massif. Takmir atau pengurus masjid yang ada diganti dengan berbagai larangan dan doktrin. Selanjutnya, lama-lama masjid itu semakin tidak merasa dimiliki oleh masyarakat, karena aktivitas dan tata cara ibadahnya diganggu.
Ditanya apakah gerakan ini ada berafiliasi kepada partai-partai politik tertentu? Marwan menyatakan dirinya tidak menyatakan seperti secara spesifik. “Saya tidak mengatakan begitu ya, tapi gerakan seperti ini ada,” tegasnya.
Multi budaya dan multikulturalisme itu prinsipnya sudah menjadi ciri khas Indonesia yang harus dipertahankan bersama-sama.(ink/sma)
“Konsep Daullah Islamiah itu sebetulnya tidak ada dalam kontek menghormati Pancasila dan UUD 1945. Azas negara itu yang harus dipertahankan oleh segenap bangsa Indonesia,” ujar Marwan kepada sejumlah wartawan.
Ketua Fraksi PKB DPR RI ini menyebut gerakan paling nyata dari islam trans nasional ini biasanya dimulai dari kampus-kampus. Hal yang paling nyata adalah gampang mengkafirkan orang. “Bahkan PKB sendiri yang dilahirkan dari rahim Nadhlatul Ulama (NU) tidak memakai azas Islam tapi Pancasila. Itu artinya kita menghormati betul multi budaya dan multikulturalisme tersebut. Tidak gampang untuk mengkafirkan orang,” tegasnya.
Islam itu secara umum dan khusus memiliki spritualisme. Rasulullah saja tidak pernah memusuhi orang kafir, makanya dibentuk piagam Madinah. Karena itu multi budaya itu semua dihargai. Dan ini merupakan ciri khas yang diwarisi para ulama Indonesia sejak dulu.
“Contoh yang tidak etis adalah menegakkan syariat Islam dengan kaffah (menyeluruh). Padahal multi budaya atau multikulturalisme itu simbolistik bangsa Indonesia, sepertinya semua mulai dihilangkan secara perlahan-lahan,” katanya.
Islam yang benar itu tambah Marwan adalah Islam Indonesia bukan Islam yang arabisme. Ideologis trans nasional itu ingin mengikis Islam Indonesia yang didasari multikulaturalisme dan multi budaya tersebut.
Gerakan lainnya yang dilakukan selain kampus adalah tempat ibadah. Gerakan ini ingin merombak-rombak cara ibadah yang sudah mapan dengan alasan pemurnian Islam berdasarkan Al-Quran dan sunnah. “Hal itu mau dihilangkan, dan mereka tidak menghargai lagi yang disebut ijtihad. Kalteng ini sangat prulaslime dan heterogen, kondisi ini harus tetap kita jaga,” tegasnya.
Sasarannya lain gerakan ini adalah penguasaan massif. Takmir atau pengurus masjid yang ada diganti dengan berbagai larangan dan doktrin. Selanjutnya, lama-lama masjid itu semakin tidak merasa dimiliki oleh masyarakat, karena aktivitas dan tata cara ibadahnya diganggu.
Ditanya apakah gerakan ini ada berafiliasi kepada partai-partai politik tertentu? Marwan menyatakan dirinya tidak menyatakan seperti secara spesifik. “Saya tidak mengatakan begitu ya, tapi gerakan seperti ini ada,” tegasnya.
Multi budaya dan multikulturalisme itu prinsipnya sudah menjadi ciri khas Indonesia yang harus dipertahankan bersama-sama.(ink/sma)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar