Oleh: SYAMSUDDIN RUDIANNOOR
إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهْ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْهُ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ.: يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ وَقُوْلُوْا قَوْلاً سَدِيْدًا. يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُوْلَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيْمًا.
أَمَّا بَعْدُ؛ فَإِنَّ أَصْدَقَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللهَ، وَخَيْرَ الْهَدْيِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَشَّرَ الأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا وَكُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ وَكُلَّ ضَلاَلَةٍ فِي النَّارِ.
Pada hari Ahad tanggal 19 Agustus 2012 dilaksanakan Shalat Idul Fitri 1 Syawwal 1433 H di halaman kompleks Perguruan Muhammadiyah, Jalan Pelita Raya Buntok, Kabupaten Barito Selatan, Provinsi Kalimantan Tengah.
Khatib yang menyampaikan khutbah id pada hari itu berasal dari Makassar (tidak perlu menyebutkan nama) dan materi khutbah sangat bagus serta cukup menyentuh.
Ada beberapa hal yang ingin disampaikan untuk melengkapi khutbah id tersebut yang pada pokoknya adalah khatib telah penyampaian hadits tanpa menyebutkan sumber hadits / perawi hadits dan adanya hadits yang meragukan dari segi keabsahannya.
Intinya, Islam adalah NIKMAT, disampaikan oleh Nabi Muhammad dan Muhammad tidak berhak menentukan Islam berdasarkan nafsunya. Dasarnya adalah Al Qur’an Surah An Najm ayat 2-3:
dan tiadalah yang diucapkannya itu (Al Qur'an) menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya),
Maksudnya, tidak mungkin seorang khatib mengucapkan sesuatu tanpa menyebutkan sember dalilnya padahal Islam adalah dalil Allah yang dibawa Muhammad. Allah berfirman dalam surah Al Haqqah ayat 44-48: "Seandainya dia (Muhammad) mengada-adakan sebagian perkataan atas (nama) Kami, niscaya benar-benar kami pegang dia pada tangan kanannya. Kemudian benar-benar Kami potong urat tali jantungnya. Maka sekali-kali tidak ada seorang pun dari kamu yang dapat menghalangi (Kami) dari pemotongan urat nadi itu. Dan sesungguhnya Al Qur'an itu benar-benar suatu pelajaran bagi orang-orang yang bertakwa."
Sekarang kembali kepada pokok bahasan. Dalam khutbah Id tersebut, khatib mengutip hadits tentang seorang laki-laki yang sedang sakratul maut namun tidak bisa mengucap “la ilaaha illallah” karena durhaka kepada ibunya. Karena ibunya tidak mau mengampuni maka Rasulullah memerintahkan mengumpulkan kayu bakar dan akan membakar pemuda durhaka tersebut.
.
Permasalahnya, khatib menisbahkan kisah itu kepada Rasulullah SAW tanpa menyebutkan sumber pengambilan riwayat. Atas kenyataan ini disampaikan hal-hal sebagai berikut:
1. Saya, Syamsuddin Rudiannoor, pernah membawakan hadits “kisah sakaratul maut Al Qomah” riwayat Thabarani dalam khutbah Jum’at di Masjid At Taqwa Buntok (rasanya tahun 2004) dalam tema Berbakti kepada Kedua Orang Tua. Kisah yang disampaikan sama, seorang pemuda tidak bisa mati karena durhaka kepada ibunya. Selesai khutbah maka pada sore harinya saya bertanya kepada ustadz Heri Nuryahdin (siswa PP Persis Bangil) tentang hadits tadi. Apa jawaban yang saya dapat? Katanya, “Kami tidak berani membawakan hadits seperti itu, khawatir mencela sahabat”. Pada waktu itu saya diam namun hati menjadi penasaran. Barulah pada tahun 2006 anak saya Faizar Rudiannoor membeli buku ”Hadits-hadits Dhaif dan Maudhu” Jilid 1 karya Abdul Hakim bin Amir Abdat. Setelah membaca buku ini baru saya faham apa yang dimaksud oleh ustad Heri.
2. Dari buku ”Hadits-hadits Dhaif dan Maudhu” Jilid 1 karya Abdul Hakim bin Amir Abdat, penerbit Darul Qolam, Jakarta, cetakan II – Tahun 2005, halaman 201-2005, diuraikan sebagai berikut: “122. Artinya: Dari Abdullah bin Abi Aufa, ia berkata: Kami pernah berada disisi Nabi SAW lalu datanglah seseorang, ia berkata: Ada seorang pemuda yang nafasnya hampir putus, lalu dikatakan kepadanya, ucapkanlah Laa ilaaha illallah, akan tetapi ia tidak sanggup mengucapkannya. Beliau SAW bertanya kepada orang itu: “Apakah anak muda itu sholat?” Jawab orang itu: “Ya”. Lalu Rasulullah SAW bangkit berdiri dan kami pun berdiri bersama beliau, kemudian beliau masuk menenui anak muda itu, beliau bersabda kepadanya: “Ucapkanlah Laa ilaaha illallah”. Anak muda itu menjawab: “Saya tidak sanggup.” Beliau SAW bertanya: “Kenapa?” Dijawab oleh orang lain: “Dia telah durhaka kepada ibunya.” Lalu Nabi SAW bertanya: “Apakah ibunya masih hidup?” Mereka menjawab: “Ya”. Beliau SAW bersabda: “Panggil ibunya kemari!” Lalu datanglah ibunya, maka beliau bersabda: “Ini anakmu?” Jawabnya: “Ya.” Beliau bersabda lagi kepadanya: “Bagai mana pandanganmu kalau sekiranya dibuat api unggun yang besar lalu dikatakan kepadamu: Jika engkau memberi syafaat mu kepadanya niscaya akan kami lepaskan dia, dan jika tidak maka pasti kami akan membakarnya dengan api, apakah engkau akan memberikan syafaatmu kepadanya?” Perempuan itu menjawab: “Kalau begitu, aku akan memberikan syafaat kepadanya”. Beliau bersabda: “Maka jadikanlah Allah sebagai saksinya dan jadikan aku sebagai saksinya sesungguhnya engkau telah meridhai anakmu”. Perempuan itu berkata: “Ya Allah, sesungguhnya aku menjadikan Engkau sebagai saksi dan aku menjadikan Rasul-Mu sebagai saksi sesungguhnya aku telah meridhai anakku.” Kemudian Rasulullah SAW bersabda kepada anak itu: “Wahai anak muda ucapkanlah Laa ilaaha illallah wahdahu laa syarikalah wa asyhadu anna Muhammadan abduhu wa rasuluhu”. Lalu anak muda itu pun dapat mengucapkannya. Maka bersabda Rasulullah SAW: “Segala puji bagi Allah yang telah menyelamatkannya dengan sebab aku dari api neraka”.
3. Komentar dalam ”Hadits-hadits Dhaif dan Maudhu” Jilid 1 karya Abdul Hakim bin Amir Abdat adalah: Status hadits SANGAT LEMAH. Hadits Al Qomah ini diriwayatkan oleh Thabarani dalam kitabnya Al Mu’jam Kabir dan Imam Ahmad meriwayatkan dengan ringkas. Demikian keterangan Al Imam Al Mundziry dalam kitabnya At Targhib wat Tarhib juz 3 halaman 331. Saya berkata: Imam Ahmad telah meriwayatkan di Musnad-nya juz 4 halaman 382 dari jalan Faa-id bin Abdurrahman bin Aufa dengan ringkas. Al Imam Ibnul Jauzi telah meriwayatkan hadits di atas di kitabnya Al Maudhu’at juz 3 halaman 87 dari jalan Faa-id seperti diatas. Berkata Abdullah bin Ahmad (anaknya Imam Ahmad yang meriwayatkan kitab Musnad bapaknya) setelah meriwayatkan hadits diatas yang ia dapati di kitab bapaknya bahwa bapaknya tidak ridha terhadap hadits Faa-id bin Abdurrahman atau menurut beliau bahwa Faa-id bin Abdurrahman itumatrukul hadits. Berkata Imam Ibnul Jauzi setelah meriwayatkan hadits di atas: “Hadits ini tidak sah datangnya dari Rasulullah SAW. Dan didalam sanadnya terdapat Faa-id, telah berkata Imam Ahmad bin Hambal: Faa-id matrukul hadits. Dan telah berkata Yahya (bin Ma’in): Tidak ada apa-apanya. Berkata Ibnu Hibban: Tidak boleh berhujjah dengannya. Berkata Al ‘Uqaily: Tidak ada muttabi-nya didalam hadits ini dari rawi yang seperti dia.”
4. Saya berkata (Abdul Hakim): Tentang Faa-id bin Abdurrahman seorang rawi yang sangat lemah telah lalu sejumlah keterangan dari para Imam ahlul hadits di hadits kedua (no. 2) dari kitab ini, yakni: a. Berkata Imam Ahmad bin Hambal: Matrukul Hadits. b. Kata Imam Ibnu Ma’in: Dha’if, bukan orang yang tsiqah. c. Berkata Imam Abu Dawud: “Bukan apa-apa.” d. Berkata Imam Nasa’i: Bukan orang/rawi yang tsiqah, matrukul hadits. e. Berkata Ibnu Hibban: “Tidak boleh berhujjah dengannya.” f. Berkata Imam Bukhari: “Munkarul Hadits.” (Maksud perkataan Imam Bukhari diatas telah beliau jelaskan sendiri dengan perkataannya yang mashur: “Setiap rawi yang telah aku katakan (Jahr) sebagai munkarul hadits maka tidak halal meriwayatkan hadits darinya”) g. Berkata Imam Abu Hatim: “Hadits-haditsnya dari jalan Ibnu Abi Aufa batil-batil”. h. Berkata Imam Hakim: “Ia telah meriwayatkan dari Ibnu Abi Aufa hadits-hadits maudhu’.”
5. Kata Abdul Hakim kemudian: “Sebagai mana hadits Tsa’labah maka hadits Al Qomah pun BATIL bila ditinjau dari jurusan matan-nya. Karena tidak ada seorang pun sahabat yang datang dari hadits-hadits yang sah yang durhaka kepada orang tuanya istimewa kepada ibunya. Bahkan yang ada sebaliknya bahwa mereka adalah orang-orang yang sangat berbuat kebaikan (birrul walidain) kepada orang tua mereka apalagi kepada ibu mereka.
6. Menutup catatan ini marilah kita renungkan firman Allah surah At Taubah ayat 100: "Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) di antara orang-orang muhajirin dan Ansar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah rida kepada mereka dan mereka pun rida kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang besar."
Wallahu a’lam.
Kuala Kapuas, 16 September 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar