Judul diatas adalah judul lagu orang Belanda yang versi aslinya dibawakan oleh Wieteke Van Dort,
orang Belanda yang lahir di Surabaya. Lagu ini bercerita tentang
kerinduannya terhadap makanan-makanan Indonesia ketika dia sudah pulang
dan berada di Belanda.
.
Beginilah
enaknya jadi penjajah. Ketika sudah pulang ke kampung halaman di
Netherland maka segala yang dulunya dihina sebagai makanan kaum rendahan
ternyata berubah menjadi kerinduan. Aduh mak, dia rindu nasi goreng,
onde-onde, tahu petis, lumpia, sate babi, juga bakpao. Apakah dia lupa
kalau banyak dari berbagai makanan Indonesia itu
tercipta dari pedihnya dijajah? Bayangkan saja nasi goreng. Tidakkah
nasih goreng tercipta karena Tuan Belanda tidak kasih ikan dan sayuran
kepada pembantunya yang inlander sehingga dengan kecerdikannya maka si
bibi atau mbok jongos harus menggoreng nasi sisa majikan dengan minyak
jelantah bekas.
.
Nasi
goreng memang enak, tapi apakah berasal dari sejarah yang enak juga?
Kalau dia rindu Indonesia, apakah rindu karena sayang ataukah rindu
karena ingin menjajah dan menghina lagi? Ingatlah juga dengan sejarah
lahirnya tahu dan tempe. Tidakkah tahu dan tempe tercipta karena kaum
tawanan Inlander tidak dikasih lauk oleh Saudara Tua dari Negeri
Matahari. Terpaksa apa yang ada direndam sampai busuk lalu dimasak
sampai akhirnya jadilah makanan yang terpaksa dimakan.
.
Ketika
saya membuat resensi buku “Gigir Gampar Barito Raya, Amuk 1860-1905”,
lagu nasi goreng itu terdengar oleh saya. Hati saya terasa lain, kenapa?
Betapa sangat enaknya noni Belanda itu minta makan nasi goreng,
sedangkan orang-orang kami disini, jangankan nasi goreng, makan “nasi
basanga” pun tidak tentu bisa setahun sekali. Ketika bapak-bapak mereka
yang opas mengejar kakek-nenek kami dari kampung ke kampung, habis harta
benda kami dirampoknya. Enak saja dia makan nasi goreng dan ketan dan
onde-onde sedangkan kami disini tidak punya apa-apa untuk dimakan.
Apakah kekejaman semacam ini bisa terhapus hanya dengan lagu Nasi Goreng
yang terkenal…?
.
Wieteke Van Dort sang penyanyi, memang menjadi terkenal dengan lagu-lagunya “Geef mij maar nasi goreng” bahkan
juga “Burung Kakaktua” dan “Nina Bobo”, namun apakah dia juga terkenal
sebagai Noni yang rendah hati karena mau meminta maaf kepada para jongos
dan para pembantu Tuan Kompeni yang menciptakan nasi goreng itu?
Toen wij repatrieerden uit de gordel van smaragd
Dat Nederland zo koud was hadden wij toch nooit gedacht
Maar ‘t ergste was ‘t eten.
Nog erger dan op reis
Aardapp’len, vlees en groenten en suiker op de rijst
Dat Nederland zo koud was hadden wij toch nooit gedacht
Maar ‘t ergste was ‘t eten.
Nog erger dan op reis
Aardapp’len, vlees en groenten en suiker op de rijst
Geef mij maar nasi goreng met een gebakken ei
Wat sambal en wat kroepoek en een goed glas bier erbij
Geef mij maar nasi goreng met een gebakken ei
Wat sambal en wat kroepoek en een goed glas bier erbij
Wat sambal en wat kroepoek en een goed glas bier erbij
Geef mij maar nasi goreng met een gebakken ei
Wat sambal en wat kroepoek en een goed glas bier erbij
Geen lontong, sate babi, en niets smaakt hier pedis
Geen trassi, sroendeng, bandeng en geen tahoe petis
Kwee lapis, onde-onde, geen ketella of ba-pao
Geen ketan, geen goela-djawa, daarom ja, ik zeg nou
Geen trassi, sroendeng, bandeng en geen tahoe petis
Kwee lapis, onde-onde, geen ketella of ba-pao
Geen ketan, geen goela-djawa, daarom ja, ik zeg nou
Ik ben nou wel gewend, ja aan die boerenkool met worst
Aan hutspot, pake klapperstuk, aan mellek voor de dorst
Aan stamppot met andijwie, aan spruitjes, erwtensoep
Maar ‘t lekkerst toch is rijst, ja en daarom steeds ik roep
Aan hutspot, pake klapperstuk, aan mellek voor de dorst
Aan stamppot met andijwie, aan spruitjes, erwtensoep
Maar ‘t lekkerst toch is rijst, ja en daarom steeds ik roep
Tidak ada komentar:
Posting Komentar