Senin, 03 Mei 2010

KHUTBAH JUM'AT TANGGAL 30 APRIL 2010 DI MASJID AS-SUNNAH BUNTOK

RASULULLAH TIDAK DAPAT MEMBERI HIDAYAH
oleh Syamsuddin Rudiannoor


KHUTBAH PERTAMA

Jamaat Jum’at yang mudah-mudah mendapatkan rahmat dari Allah Sub-hanahu wa Ta’ala.
Kita sering mendengarkan ucapan shalawat : “Allahuma shalli ala sayyidina wa maulana Muhammad”.
Benarkah ucapan itu? Pada saat nabi hidup, beliau tidak mampu memberikan hidayah, pertolongan bahkan pembelaan kepada orang sangat beliau cintai. Firman Allah sub-hanahu wa Ta’ala dalam surah Al Qashash 56: "Sesungguhnya kamu (Muhammad) tidak dapat memberi hidayah, petunjuk, pertolongan kepada orang yang kamu kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya, dan Allah lebih mengetahui orang-orang yang mau menerima petunjuk".

Ayat ini turun berkenaan dengan usaha Rasulullah SAW yang sangat sungguh-sungguh ingin mengislamkan pamannya Abu Thalib. Seperti diketahui, Abu Thalib adalah pembela Muhammad dan Islam tetapi beliau belum mau masuk Islam. Diriwayatkan dalam shohih Bukhori, dari Ibnul Musayyab bahwa bapaknya berkata: "Ketika Abu Tholib akan meninggal dunia maka datanglah Rasulullah s.a.w. Pada saat itu Abdullah bin Abi Umayyah dan Abu Jahal sudah ada disisinya. Lalu Rasulullah SAW bersabda kepada Abu Thalib: "Wahai pamanku, ucapkanlah “la Ilaha Illallah” kalimat yang dapat aku jadikan bukti untukmu dihadapan Allah". Tetapi segera Abdullah bin Abi Umayyah dan Abu Jahal berkata kepada Abu Tholib: "Apakah kamu membenci agama Abdul Muthollib?"
Kemudian Rasulullah mengulangi sabdanya lagi, "Wahai pamanku, ucapkanlah “la Ilaha Illallah” kalimat yang dapat aku jadikan bukti untukmu dihadapan Allah", dan mereka berduapun mengulangi pula kata-katanya: "Apakah kamu membenci agama Abdul Muthollib?" Maka ucapan terahir yang dikatakan Abu Tholib adalah: bahwa ia tetap berada pada agama Abdul Mutholib dan menolak untuk mengucapkan kalimat la ilah illallah.
Menyaksikan kenyataan itu Rasulullah SAW tidak berputus asa, sehingga beliau pun bersabda: "Sungguh akan aku memintakan ampun untukmu kepada Allah selama aku tidak dilarang".

Akibat ucapan Nabi ini, Allah menurunkan firman-Nya dalam surah At Taubah ayat 13: “Tidaklah pantas bagi Nabi dan orang-orang yang beriman memintakan ampun bagi orang-orang musyrik, walaupun orang-orang musyrik itu adalah kaum kerabat(nya), sesudah jelas bagi mereka bahwasanya orang-orang musyrik itu adalah penghuni neraka Jahanam”.
Dengan demikian, tidak seorang muslim pun yang mampu memberikan hidayah, petunjuk, pertolongan atau pembelaan kepada orang lain kecuali atas kehendak Allah.Terbukti Nabi Muhammad tidak bisa menjadi al maula atau maulana bagi pamannya yang sangat dicintai. Bahkan seorang Muslim dilarang mendoakan keampunan bagi orang musyrik walaupun dia kerabat yang paling dekat dan sangat dicinta. Dengan begitu maka jelas Nabi Muhammad bukan al maula, al maulana, maulani atau maulakum.

Jamaat Jum’at yang mudah-mudah mendapatkan rahmat Allah Sub-hanahu wa Ta’ala.
Kalau demikian, siapakah maulana kita? Siapakah pemberi hidayah, penolong dan pembela kita? Allah menegaskan diantaranya dalam surah Al Baqarah 285-286: “285. Rasul telah beriman kepada Al Qur'an yang diturunkan kepadanya dari Tuhannya, demikian pula orang-orang yang beriman. Semuanya beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya dan rasul-rasul-Nya. (Mereka mengatakan): "Kami tidak membeda-bedakan antara seseorangpun (dengan yang lain) dari rasul rasul-Nya", dan mereka mengatakan: "Kami dengar dan kami taat". (Mereka berdoa): "Ampunilah kami ya Tuhan kami dan kepada Engkaulah tempat kembali". ”286. Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya. (Mereka berdo`a): "Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami tersalah. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau bebankan kepada kami beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang yang sebelum kami. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tak sanggup kami memikulnya. Beri maaflah kami; ampunilah kami; dan rahmatilah kami. Engkaulah al maulana (Penolong kami), maka tolonglah kami terhadap kaum yang kafir".

Ayat 285 tegas menyatakan Muhammad menerima Al Qur’an yang diturunkan kepadanya sehingga beliau mengakui dirinya bukan al maulana. Malah seorang muslim dilarang membeda-bedakan diantara pada Rasul-rasul Allah, padahal kita, ummat Islam disini membedakan Muhammad sebagai Nabi Besar dan Mirza Ghulam Ahmad sebagai Nabi Kecil. Kita harus ingat, segala yang kita lakukan akan di pertanggung jawabkan di pengadilan Allah kelak. Sementara dalam ayat 286 dengan tegas kita berdoa dengan ayat: ”Wa’fu anna waghfirlana warhamna anta maulana fanshurna alal qaumil kaafirin”. Beri maaflah kami; ampunilah kami; dan rahmatilah kami. Engkaulah Penolong kami anta maulana) maka tolonglah kami terhadap kaum yang kafir"). Jadi, Nabi Muhammad saja berdoa kepada Allah dengan Al Baqaarah 286, Allah sebagai Maulana beliau, lalu kenapa kita berdoa kepada Allah dengan menjadikan Muhammad sebagai Maulana?

”Katakanlah: "Sekali-kali tidak akan menimpa kami melainkan apa yang telah ditetapkan Allah bagi kami. Dialah Maulana (pelindung kami), dan hanya kepada Allah-lah orang-orang yang beriman bertawakal." (Surah At Taubah 51).



KHUTBAH KEDUA

Jamaat Jum’at yang mudah-mudah mendapatkan rahmat Allah Sub-hanahu wa Ta’ala.

Sehubungan Allah sebagai al maula kita atau maulana, perhatikan penegasan Allah dalam surah Ali Imran 150: ”Sesungguhnya,Allahlah maulakum (Allah-lah Pelindung kamu), dan Dia-lah sebaik-baik Penolong”.
Didalam surah Al Anfal 40 Allah kembali menegaskan: ”Dan jika mereka berpaling,maka ketahuilah bahwasanya Allah-lah Maulakun (Allah-lah Pelindungmu). Hanyalah Dia sebaik-baik al maula (Dialah sebaik-baik Pelindung) dan sebaik-baik Penolong”.

Jamaat Jum’at yang mudah-mudah masih berbahagia dengan ayat-ayat Allah Sub-hanahu wa Ta’ala. “Di padang Mahsyar nanti, tiap-tiap diri akan merasakan pembalasan atas apa saja yang telah dikerjakannya dahulu dan mereka dikembalikan kepada Allah al Maulakum (dikembalikan kepada Allah Pelindung mereka yang sebenarnya) dan lenyaplah dari mereka apa saja yang mereka ada-adakan”. Inilah terjemahan firman Allah surah Yunus ayat 30. Dengan demikian, dari dunia sampai akhirat nanti, hanyalah Allah saja Al Maulana atau pemberi hidayah, pelindung dan penolong kita. Oleh karena itu, janganlah kita ikut-ikutan orang banyak mengucapkan shalawat Allahuma shalli ala sayyidina wa maulana Muhammad. Mari ucapkan shalawat yang benar saja sebagaimana telah dikhutbahkan beberapa bulan lalu. Allah berfirman dalam Ali Imran ayat 149: “Hai orang-orang yang beriman, jika kamu menaati kebanyakan orang-orang kafir itu, niscaya mereka mengembalikan kamu kepada kekafiran, lalu jadilah kamu orang-orang yang rugi”.

Buntok, 13 April 2010

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Oleh-oleh Kalimantan

Jan 12 Oleh-oleh Kalimantan Kami juga memasarkan beberapa jenis oleh-oleh khas Kalimantan, diantaranya mandau, tas manik motif Da...